Desa Pauhranap secara resmi lahir pada tahun 1980 dari hasil pemekaran Kampung Peranap. Desa Pauhranap sendiri sebenarnya termasuk salah satu pemukiman yang tertua di Kecamatan Peranap Kabupaten Indragiri Hulu. Pemukiman penduduk Kampung Peranap yang menjadi ibukota mangkubumi Sultan Muda Indragiri tempo dulu berpusat di Desa Pauhranap, sementara untuk wilayah Kelurahan Peranap (saat ini), pada waktu itu yang dihuni baru bagian yang berseberangan dengan Desa Pauhranap yakni RW 01 dan RW 02 Kelurahan Peranap. RW 01 Kelurahan Peranap dari zaman dulu telah dijadikan Pasar Peranap, sementara RW 02 merupakan tempat kedudukan istana raja Sultan Muda.
Selain dari pasar dan istana raja, wilayah kelurahan peranap pada zaman dahulu hanya merupakan ladang dan perkebunan. Kedatangan Belanda dan musibah banjirlah yang mengubah keadaan. Belanda mendirikan pemukiman di sekitar lokasi pasar baru peranap sekarang dan mulai merintis jalan. Seiring perkembangan waktu, jalan darat menjadi sarana transportasi yang lebih dominan dibandingkan sungai. Perubahan ini menyebabkan desa Pauhranap yang dulunya strategis di tepi jalur transportasi utama (Batang Kuantan dan Batang Peranap) menjadi tempat yang jauh dari akses lalu lintas terkini (Jalan Lintas Padang - Tembilahan).
Musibah banjir di tahun 50'an juga menyebabkan banyak penduduk Pauhranap yang migrasi ke kelurahan Peranap, tepatnya ke RW 03. Karena migrasi besar-besaran daerah yang terletak di belakang pasar Peranap ini kemudian disebut Barter. Para penduduk yang pindah demikian banyak sehingga diperlukan membangun mesjid baru yakni Mesjid Raya Peranap. Namun hingga tahun 80'an, masyarakat Peranap masih melakukan shalat I'ed di Masjid Raja Peranap yang didirikan pada tahun 1927 oleh Sultan Ibrahim. Musibah banjir pada tahun 1986 kembali menyebabkan perpindahan masyarakat desa Pauhranap ke RW 11 Kelurahan Peranap yang disebut juga Pincuran Mas. Karena berpindah / hijrah maka masyarakat Pincuran Mas menamakan mushallanya Muhajirin. Nama Muhajirin ini sangat simbolis bagi masyarakat Pincuran Mas sehingga ketika mendirikan masjid mereka masih ingin melekatkan nama ini sebagai Masjid Muhajirin. Tetapi karena nama yang sama untuk dua tempat ibadah kurang efektif pada akhirnya dipilih nama Masjid as-Sulthon yang mana lagi-lagi merupakan variasi dari nama Masjid Raja Pauhranap.
Peristiwa barter dan hijrah tersebut telah menyebabkan perubahan pada kondisi demografis desa Pauhranap. Kampung Padang Pauh yang terletak di pertemuan Batang Peranap dan Batang Kuantan dikosongkan penduduk yang pindah ke Desa Setako Raya sekarang yang pada masa lalu disebut dengan Tanjung Seburing, di barat / bawah Pasar Peranap. Kampung Sungai Terjun dan Sungai Dua Pauhranap dan daerah sebelah hilir Masjid Raja menjadi kampung kosong hingga saat ini.
Namun perkembangan illegal logging yang kemudian ketika ditutup dilanjutkan oleh perkembangan pembangunan perkebunan kelapa sawit rakyat telah menyebabkan perkembangan pesat daerah bagian selatan desa Pauhranap yakni daerah perbukitan di dusun Katipo, Sungai Ubo dan Citra yang menjadi primadona seiring membaiknya akses jalan melalui Jembatan Napal. Dimulai dari kedatangan pengungsi ke Kampung Aceh Kecil atau Sunda Baru di Sungai Ubo. Masuknya pendatang dari Sumatera Utara ke Kampung Sukamakmur di Katipo dan kemudian pembukaan Dusun Citra. Perkembangan-perkembangan ini menyebabkan secara demografis Desa Pauhranap tidak kalah dengan kembaran pemekarannya yakni Kelurahan Peranap di mana kedua desa/kelurahan ini merupakan desa/kelurahan dengan penduduk terbanyak di kecamatan Peranap yakni Desa Pauhranap memiliki penduduk 6.867 jiwa hampir seimbang dengan total penduduk Kecamatan Batang Peranap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar